Dalam diskusinya, Farhan Zuhri menekankan pentingnya menjaga identitas budaya Indonesia di tengah arus modernisasi menjelang Indonesia Emas 2045. “Jangan bangga kita akan menuju Indonesia Emas 2045, sedangkan di sisi lain identitas kita sudah terdiskreditkan. Mari kita berupaya melestarikan identitas kita, terutama budaya yang saat ini mulai ditinggalkan,” ungkapnya.
Farhan juga memuji peran Komunitas Tika Beut sebagai ruang diskusi yang memperkuat pola pikir mahasiswa. “Tika Beut harus menjadi komunitas yang memperkuat nuansa berpikir bagi mahasiswa, sekaligus sebagai salah satu opsi untuk merawat pikiran,” tambahnya.
Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Dr. Rizqi Wahyudi, S.Sos.I., M.Kom.I., memberikan tanggapan positif terhadap kegiatan tersebut. Ia menyatakan, “Kegiatan seperti ini sangat penting untuk membentuk karakter mahasiswa yang kritis dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya lokal. Kami berharap diskusi semacam ini dapat terus berlanjut untuk mempersiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan.”
Senada dengan itu, Zanzibar, M.Sos., Sekretaris Jurusan KPI, menekankan pentingnya perpaduan antara pemikiran kritis dan pelestarian budaya. “Perpaduan antara pemikiran kritis dan pelestarian budaya adalah kunci dalam menghadapi era globalisasi. Mahasiswa harus mampu memfilter pengaruh budaya luar tanpa kehilangan jati diri mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia,” ungkapnya.
Ketua Komunitas Tika Beut, Jihan Fanyra, mengungkapkan rasa syukurnya atas kelancaran acara ini. “Alhamdulillah, diskusi Episode 13 ini berjalan dengan lancar. Kami berharap melalui kegiatan ini, mahasiswa dapat lebih memahami pentingnya menjaga identitas budaya di tengah arus modernisasi. Ke depannya, Tika Beut akan terus mengadakan diskusi-diskusi yang memberikan manfaat bagi mahasiswa IAIN Lhokseumawe,” jelasnya.
Diskusi ini menjadi ajang refleksi bagi mahasiswa IAIN Lhokseumawe untuk memikirkan peran mereka dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya lokal di tengah globalisasi, menuju Indonesia Emas 2045.
“Melalui forum seperti ini, kami berharap mahasiswa dapat lebih kritis dalam menyikapi perubahan zaman tanpa melupakan akar budaya yang menjadi identitas bangsa,” tutup Dr. Rizqi Wahyudi.[sibernusantara.com]